Budaya Positif
1. Konsep inti Budaya Positif
A. Disiplin Positif
Mendengar kata disiplin, kadang yang terlintas dibenak kita adalah tata tertib, aturan, patuh, teratur dan pelanggaran. Kadang, kata disiplin juga dihubungkan dengan hukuman padahal disiplin belum tentu ada hukuman, apalagi untuk disiplin positif, dalam disiplin positif hukuman hanya menjadi alternatif terakhir untuk melakukan pendisiplinan, bahkan bisa jadi hukuman tidak terpakai sama sekali dalam proses pendisiplinan tersebut.
Makna kata disiplin adalah sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Untuk menerapkan disiplin maka biasanya akan berhubungan dengan ketidak nyamanan. Akan tetapi untuk mendapatkan kemerdekaan atau kesuksesan, maka kunci utamanya adalah disiplin. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri. Disiplin itu sendiri dapat dipicu dari motivasi internal maupun motivasi eksternal. Disiplin diri dapat
membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan,
sesuatu yang dihargai dan bermakna. Dengan disiplin diri kita bisa belajar bagaimana mengontrol diri, dan bagaimana
menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang
kita hargai. Seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya.
Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki
disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai
kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.
Ada 3 Motivasi yang mempengaruhi Perilaku Manusia
a. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
Jika seseorang berperilaku dengan alasan ini berarti mereka sebenarnya berperilaku hanya karena ingin menghindari permasalahan yang mungkin muncul dan
berpengaruh pada mereka secara fisik, psikologis, maupun tidak
terpenuhinya kebutuhan mereka, bila mereka tidak melakukan
tindakan tersebut.
b. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.
Jika seseorang berperilaku dengan alasan ini maka mereka melakukan sebuah
tindakan untuk mendapatkan pujian dari orang lain yang menurut
mereka penting dan mereka letakkan dalam dunia berkualitas
mereka. Mereka juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan
hadiah, pengakuan, atau imbalan.
c. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri
dengan nilai-nilai yang mereka percaya
Jika seseorang berperilaku dengan alasan ini maka mereka melakukan sesuatu
karena nilai-nilai yang mereka yakini dan hargai, dan mereka
melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan
nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang akan
membuat seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi
berperilakunya bersifat internal, bukan eksternal.
Untuk membangun budaya yang positif, sekolah perlu menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar murid-murid mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab. Salah satu strategi yang perlu ditinjau ulang adalah bentuk disiplin yang dijalankan selama ini di sekolah-sekolah kita. Lazimnya disiplin dikaitkan dengan kontrol. Dalam hal ini kontrol guru dalam menghadapi murid. Ada beberapa ilusi dalam penerapan disiplin yang perlu diluruskan antara lain :
Ilusi guru mengontrol murid.
Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat.
Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter.
Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa.
B. Posisi Kontrol
Ada 5 posisi kontrol yang dapat dilakukan guru ataupun orang tua terhadap anak baik di sekolah maupun dirumah antara lain :
1. Penghukum
Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun
verbal. Orang- orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa
mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih
menekan murid-murid lebih dalam lagi.
2. Pembuat Orang Merasa Bersalah
pada posisi ini biasanya guru akan bersuara
lebih lembut. Pembuat orang merasa bersalah akan menggunakan
keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau
rendah diri.
3. Teman
Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap
berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa
negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin
antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik
dan humor untuk mempengaruhi seseorang.
4. Monitor / pemantau
Memonitor berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi,
kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi
pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan
menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi
kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau.
5. Manajer
Manajer, adalah posisi mentor di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri.
C. Kebutuhan Dasar Manusia
Ada lima kebutuhan dasar manusia antara lain
Kebutuhan ini bersifat fisiologis yang berhubungan dengan kesehatan, rumah, pakaian dan kebutuhan primer lainnya.
Kebutuhan ini bersifat psikologis yang berhubungan dengan mencintai dan menyayangi meliputi kebutuhan akan hubungan dan koneksi sosial, kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sayang dan kebutuhan untuk merasa menjadi bagian dari suatu kelompok. Kebutuhan ini juga meliputi keinginan untuk tetap terhubung dengan orang lain, seperti teman, keluarga, pasangan hidup, teman kerja, binatang peliharaan, dan kelompok dimana kita tergabung.
Kebutuhan ini juga bersifat psikologis kebutuhan ini berhubungan dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu,
menjadi kompeten, menjadi terampil, diakui atas prestasi dan keterampilan
kita, didengarkan dan memiliki rasa harga diri. Kebutuhan ini meliputi
keinginan untuk dianggap berharga, bisa membuat perbedaan, bisa
membuat pencapaian, kompeten, diakui, dihormati.
Kebutuhan ini masih bersifat psikologis yaitu kebutuhan akan kemandirian, otonomi,
memiliki pilihan dan mampu mengendalikan arah hidup seseorang. Anak-anak dengan kebutuhan kebebasan yang tinggi menginginkan pilihan,
mereka perlu banyak bergerak, suka mencoba-coba, tidak terlalu
terpengaruh orang lain dan senang mencoba hal baru dan menarik
Kebutuhan ini pun masih termasuk kebutuhan psikologis yaitu tentang kebutuhan untuk mencari
kesenangan, bermain, dan tertawa.
D. Keyakinan Kelas
Keyakinan adalah nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama secara universal, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Suatu keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan mendalami tentang suatu keyakinan, daripada hanya mendengarkan peraturan-peraturan yang mengatur mereka harus berlaku begini atau begitu.
Pembentukan Keyakinan Kelas:
Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit.
Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas.
Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat.
Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu
E. Segitiga Restitusi
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki
kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat. Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang.
Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Sebelumnya kita telah belajar tentang teori kontrol bahwa pada dasarnya, kita memiliki motivasi intrinsik.
Ada tiga tahapan dalam melakukan persiapan untuk melakukan restitusi, antara lain :
Menstabilkan Identitas/Stabilize the identity
Validasi Tindakan yang Salah/ Validate the Misbehavior
Menanyakan Keyakinan/Seek the Belief
2. Pengalaman yang berkaitan dengan konsep inti budaya positif.
Terkait dengan konsep inti budaya positif, selama ini sudah ada beberapa konsep yang telah kami terapkan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, meskipun secara konsep kami baru memahaminya saat ini. Konsep budaya positif yang sering kali kami lakukan adalah terkait dengan posisi kontrol. Posisi kontrol yang sering saya lakukan adalah posisi kontrol sebagai pembuat orang merasa bersalah, teman dan pengawas atau monitor. Ketiga posisi ini sangat sering saya lakukan dalam menangani permasalahan - permasalahan di kelas maupun di sekolah. Namun tidak dapat dipungkiri posisi kontrol sebagai penghukum dan manajer pun sesekali kami terapkan.
Contoh nyata dari penerapan posisi kontrol di kelas saya adalah untuk menangani murid saya dan yang sering terlambat dan jarang masuk kelas, sebut saja namanya Afgan. Awalnya Afgan terlambat, dan saya mengira bahwa ini adalah hal biasa karena terlambat bangun seperti anak-anak pada umumnya. Akan tetapi sama terulang dan terulang lagi. Kemudian saya mencoba mendekati anak kemudian memcoba berkomunikasi anak dengan bertanya masalah yang dihadapi sehingga anak tersebut terlambat hadir di sekolah. Saya mencoba membuat anak tersebut merasa bersalah untuk menyadari atas perilaku yang telah dilakukannya.
Untuk membangun kedisiplinan murid saya terkait dengan kedatangan mereka tepat waktu disekolah, saya membuat absen mandiri di kelas, absen mandiri ini terdiri dari 3 paket yaitu absen mandiri itu sendiri, daftar urut kehadiran dan jam hadir anak di sekolah. Dengan absen mandiri ini, selain disiplin murid juga belajar untuk jujur terhadap dirinya sendiri, karena merekalah yang menunjukkan sendiri jam kehadiran dan daftar urut kehadiran mereka setelah tiba di dalam ruang kelas. Dengan adanya absen mandiri ini, anak-anak terdorong untuk datang kesekolah tepat waktu, bahkan hadir lebih awal karena mereka berlomba untuk menempati posisi pertama di absen mandiri tersebut.
3. Penerapan Segitiga Restitusi yang pernah saya lakukan
Penerapan restitusi yang pernah saya lakukan adalah restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri. Dalam penerapannya, seperti pada kasus murid saya yang bernama Afgan, saya mencoba berbicara dengan dia, dengan membuat dia merasa bersalah agar dia bisa menyadari perilaku yang telah dia lakukan. Saya mencoba menuntun dia untuk melihat ke dalam dirinya, dengan mengajukan pertanyaan seperti "Cita-cita kamu apa ?", "Dengan perilaku kamu yang seperti ini, kira-kira bisakah kamu meraih apa yang kamu inginkan ?" , "Ada tidak manfaat yang kamu dapat jika kamu berperilaku seperti ini ?", . Tahapan ini menggambarkan tentang kegiatan validasi tindakan yang salah.
4. Perubahan yang terjadi setelah mempelajari tentang Budaya Positif
Banyak hal berubah dalam perilaku maupun tindakan dalam mengelola kelas saya setelah mempelajari budaya positif. Hal pertama yang saya lakukan adalah membuat kesepakatan kelas. Kedua penanganan terhadap murid yang melakukan kesalahan, dengan mencoba memahami apa kebutuhan murid tersebut sehingga mereka berprilaku seperti itu. Ketiga, membuat kelas menjadi tempat yang nyaman bagi murid dengan mengajak murid untuk berkreasi bersama menghiasi kelas agar tampak lebih indah dan membuat hati murid menjadi lebih senang berada di dalam kelas.
5. Pentingnya Budaya Positif untuk seorang pemimpin pembelajaran
Untuk mewujudkan budaya positif di sekolah, perlu menggandeng semua pihak untuk menjadi pelaku dan pemangku kepentingan yang berkontribusi mewujudkan visi sekolah yang berpihak pada murid. Prinsip perubahan menurut Ki Hajar Dewantara di kenal dengan trikon yaitu kontiniu atau berkesinambungan, konvergen atau kesamaan, universal, titik temu dan konsentris atau kontekstual.
Konsep inti budaya positif sangatlah penting untuk seorang pemimpin pembelajaran, karena dengan memahami makna dari budaya positif agar mereka mampu menempatkan dirinya sesuai dengan tupoksinya, mampu memahami kebutuhan peserta didik dan seluruh warga sekolah serta mampu menciptakan lingkungan yang kondusif dan nyaman bagi murid dan warga sekolah untuk mewujudkan merdeka belajar dan pelajar profil pancasila.
6. Hal yang bisa saya lakukan untuk membuat dampak/perbedaan di lingkungan
- Membulatkan tekad untuk melakukan perubahan baik di lingkungan sekolah
- Bekerja keras dan melakukan koordinasi dengan kepala sekolah dan teman- teman sejawat tentang rencana kegiatan untuk menumbuhkan budaya positif sekolah
- Melakukan koordinasi dengan komite sekolah tentang kegiatan menumbuhkan budaya positif
- Melakukan sosialisasi dengan orang tua siswa tentang program kegiatan penumbuhan karakter
7. Hal penting yang perlu dipelajari untuk menciptakan budaya positif di kelas atau disekolah
a. Bagaimana mengembangkan budaya positif
b. Bagaimana menumbuhkan kerja sama tim untuk mewujudkan visi sekolah
8. Langkah awal yang akan saya lakukan di sekolah setelah mempelajari budaya positif
Langkah awal yang akan saya lakukan setelah mempelajari budaya positif
a. Melakukan pendekatan kepada kepala sekolah
b. Melakukan rapat penyusunan kegiatan untuk menumbuhkan budaya positif
c. Menebarkan kebaikan dan contoh baik
Comments